Sabtu, 04 Juni 2011

Antara Aku, Buku dan Dava (Dia Impianku)

Pernahkah merasakan nyaman bersama seseorang.....

Setelah genap sebulan aku jadian dengan Dava, aku semakin yakin kalau aku nggak salah pilih dan benar-benar sudah menemukan yang aku cari, Dava adalah salah satu hal indah yang Tuhan kasih. Aku mencintai dia dan akan selalu menyayangi dia untuk selamanya. Saat ini aku merasa bahagia karena penantian, dan usahaku selama ini berbuah kebahagiaan.

Telah sekian lama aku menunggu Dava lebih dekat denganku. Akhirnya, cerita cintaku saat ini sudah happy ending, tingal sekarang aku dan Dava yang menjalaninya. Dulu kami sering sekali bertengkar, hanya karena hal-hal kecil, kadang kami sampai ribut nggak menentu. Dulu sebagai teman, kami memang bukan teman yang cocok, kami saling menjatuhkan dan saling membenci. Tapi sekarang, benar kata orang-orang, kalau kamu membenci seseorang janganlah kamu sampai terlalu, dan hasilnya sekarang perasaan itu menjadi kebalikan bagi aku dan Dava, justru kami sekarang saling mencintai dan menyayangi. Tapi yang jelas, aku juga nggak mau kehilangan Dava, aku takut juga kalau aku terlalu mencintai dan menyayangi dia, bisa jadi aku dan dia akan terpisahkan....

“Hey Zia, kamu lagi ngapain? aku kangen deh sama kamu..”
“Dava, kan baru kemarin kita ketemu, kamu gimana sih?”
“Zia, kamu baik-baik ya di sana, jaga diri kamu dan jangan pernah lupakan aku ya sayang.”
“Kamu ngomong apa sih Dava? Kamu ngigau ya?”
“Nggak, maksud aku yah kamu jangan macam-macam di sana, kan di kampus kamu banyak banget tuh cowok-cowok keren, ntar ada yang godain kamu lagi, trus kamu lupain aku.”
“Ha-ha.....ha-ha.... ya nggak dong sayang, aku nggak akan tergoda sama cowok-cowok di kampus ini, nggak ada yang kayak kamu di sini, yang aku mau cuma kamu sayang..”

“jiaah kamu udah pintar ngegombal yah, siapa yang ajarin, ayo ngaku..? ha-ha..ha-ha..”
“Dava, apaaan sih?! Udah deh, aku mau kamu kasih aku kepercayaan buat berteman. Asal kamu tau aku seneng banget dan berterimakasih sama Tuhan karena aku udah bisa deket kamu seperti ini.”
“Zia asal kamu tau cinta dan sayangku lebih besar dari yang pernah kamu bayangkan selama ini.”

Satu hal inilah yang selalu ditakutkan Dava, dia selalu bilang aku akan tergoda oleh cowok-cowok di kampus, sementara aku nggak begitu? Justru akulah yang paling takut Dava yang akan berpaling dariku, meninggalkanku, dan cintanya hilang untukku. Dava sekarang kerja di salah satu perusahaan asing terkemuka di kota ini, sebagai cewek kalau kita melihatnya dengan kesan pertama, dia adalah cowok yang diimpi-impikan semua cewek. Dava nyaris sempurna, dengan modal wajah yang tampan, prilaku yang baik, kerja yang mapan, akupun takut dia akan pergi dariku, kalau seandainya ada cewek yang lebih dariku, lebih sederajat dengan dia.

Dava menggenggam tanganku erat sekali, aku merasakan kenyamanan saat dia memegang tanganku. Aku merasakan cintanya begitu kuat untukku. Saat kami masuk ke sebuah toko buku, Dava bilang dia akan membelikan aku sebuah buku sastra yang dulu sudah pernah dibacanya dan sekarang dia ingin aku juga membaca buku itu. Setelah Dava membayar buku tersebut, Dava langsung menyerahkannya padaku. Aku kaget membaca sinopsisnya, ternyata buku itu berisi tentang kekuatan cinta yang tulus, yang akhirnya terpisahkan oleh maut, dan bagaimana sakitnya hati seorang kekasih saat menghadapi peristiwa kematian itu.

“Dava, kenapa kamu kasih aku buku kayak gini?”
“Zia, aku pengen banget kamu baca buku ini, karena kalau kamu baca buku ini, kamu bakal lebih mengerti lagi apa itu cinta sejati, kamu akan merasakan betapa sangat berartinya orang yang mencintai kamu, pokoknya ceritanya bagus deh, kamu pasti nggak bakalan nyesal kalau baca buku ini, dan setelah membacanya, aku juga yakin kamu akan semakin sayang sama aku, he-he... he-he ...”
“Ih, kamu!! Ke-GR-an banget sih kamu, masa cuma gara-gara baca buku ini aku bisa semakin sayang sama kamu.”
“Eh, benaran, percaya deh sama aku. Kalau nggak, ntar kamu boleh musuhin aku lagi deh kayak dulu.”
“Kamu ngomong apaan sih, ya udah-udah, aku baca bukunya, kamu kira aku bakalan senang yah kalau kita musuhan lagi.”
Hm...Dava aneh sekali hari ini. Tadi siang dia ngomong yang nggak-nggak di telpon, dan malam ini dia juga menyuruhku membaca buku yang isinya aneh, tentang kematian. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang, kata kematian terasa terngiang-ngiang di telingaku. Entah kenapa aku semakin ketakutan, takut akan kematian, takut akan kehilangan. Peganganku semakin aku kuatkan ke pinggang Dava, aku peluk pungungnya dan aku sandarkan wajahku ke sana. Aku merasakan lagi kalau aku bersama Dava, saat ini mungkin Dava sedang tersenyum karena dia merasakan cintaku besar untuknya.
Sambil mengenderai motornya, sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihatku, Dava seperti orang yang was-was. Aneh, di sepanjang jalan aku terus kepikiran. Dan akhirnya bunyi keras dan goncangan hebat membuat aku kaget, nggak hanya goncangan, tapi sakit yang luar biasa di kepalaku, aku merasakan pusing serasa dunia ini berputar sangat kencang sekali, penglihatanku kabur, aku berusaha untuk menyadarkan diriku sendiri, apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba aku melihat Dava yang sedang tidur di jalanan, samar-samar aku melihat dia seolah-olah tidur nyenyak, aku merasa mimpi, mana mungkin Dava tidur di jalan, perasaan baru tadi aku boncengan dengan dia. Aku berjalan mendekati dia, tapi orang-orang yang ramai lebih dulu menghampiri dia, aku semakin kesakitan, aku nggak kuat lagi dan akhirnya yang aku lihat hanya kegelapan.

“Zia, kamu nggak apa-apa sayang, ini Mama.”
Aku pandangi wajah Mama. Dia seperti orang yang ketakutan, aku melihat sekelilingku, tiba-tiba aku baru sadar, selintas kejadian tadi malam teringat lagi olehku.
“Ma, Dava mana? Dia baik-baik aja kan?”
“Zia, nanti aja, kamu istirahat dulu, kamu masih sakit sayang.”
“Nggak Ma, Zia nggak merasa sakit apa-apa, sekarang Zia mau lihat Dava, dimana dia Ma?”
“Zia, luka kamu belum kering betul, tadi kamu terus-terusan ngigau kalau kamu ngerasain sakit.”
“Ma, Zia nggak ngerasa sakit, benaran, nggak tau kenapa Zia ngerasa sehat dan kuat Ma, sekarang pokoknya Zia mau ketemu Dava, pasti saat ini dia butuhin Zia banget.”
“Zia, saat ini Dava nggak butuh siapa-siapa lagi, dia udah aman Zia, dia udah tenang di sana, sekarang udah bahagia dengan kehidupannya sendiri, ada yang menjaga dia di sana.”
“Apa? Apa Ma, maksud Mama? Mama bohong!! Zia nggak percaya, nggak mungkin, nggak mungkin itu terjadi sama Dava, dia udah janji Ma nggak akan pernah ninggalin Zia, dia sayang Zia, Zia sayang Dava Ma .... nggak, nggak mungkin....

Teriakanku membuat semua suster datang ke tempatku, mereka berusaha menenangkanku, tapi aku nggak bisa, air mataku mengalir terus tiada hentinya, salah seorang suster baru saja akan memberiku suntikan penenang, tapi cepat-cepat aku elakkan.
“Tolong jangan suster, saat ini aku nggak butuh itu, aku marah sama dia, kenapa dia berani pergi ninggalin aku, padahal dulu dia udah janji nggak akan pernah pergi dariku, tapi kenapa Dava bohong, kenapa sekarang justru dia pergi, dan aku tau dia nggak akan pernah kembali lagi kan untukku? Kenapa kamu tinggalin aku Dava?”
“Zia, ini udah takdirnya, waktu Dava udah habis di dunia, kamu jangan pernah marah sama Dava sayang. Kamu harus yakin kalau sekarang Dava udah bahagia di sana.”
“Ma, kenapa harus Dava.....”
Dengan cepat suster-suster itu memegang seluruh tubuhku, dan sesaat kemudian aku tertidur, di alam mimpi Dava datang padaku. Dava tersenyum dan berjalan mendekatiku, dia kelihatan senang , seolah-olah dia mendapatkan kebahagiaan yang baru, yang tiada duanya di dunia, melihat Dava tersenyum, rasanya aku ingin sekali ikut bersama dia, ikut merasakan kebahagiaan yang dia rasakan saat ini. Aku berusaha memeluknya dan menggenggam tangannya, dia membalas pelukanku, dia mendekapku, kembali aku meerasakan kenyamanan bersamanya, aku merasakan dia memberiku kekuatan, ketegaran, dia membelai rambutku dengan penuh rasa sayang, tapi pelan-pelan dia melepaskanku, dia justru menjauh dariku, semakin jauh, jauh dan hilang dari penglihatanku.

Saat aku sadar, aku menangis , aku bukan menangis karena menahan sakit pada kepalaku, tapi aku menangis karena hatiku yang terasa amat sakit. Sekarang dunia bagiku terasa kelam, hujan nggak hanya membasahi bumi, tapi hujan membasahi kehidupanku, hatiku seolah-olah nggak berhenti menangis, menangisi orang yang telah pergi untuk selama-lamanya, dia nggak akan pernah kembali lagi.

Tiba-tiba mataku tertuju pada buku yang ada di atas meja, aku baru ingat kalau itu adalah buku yang dibelikan Dava kemarin. Aku buka satu demi satu halaman buku itu, beberapa menit kemudian aku tenggelam dalam ceritanya. Aku menangis membaca buku itu, sekilas aku seolah-olah melihat wajah Dava tersenyum di langit yang mendung di luar sana.

Entah kenapa sekarang aku kembali merasakan kekuatan itu, kekuatan cinta yang diberikan oleh Dava, aku merasakan dia ada di dekatku, merangkulku, menenangkanku, aku dapat merasakan cinta dan sayangnya. Dava, aku sangat mencintai dan menyayangi kamu, aku yakin kamu bahagia di sana, walaupun kamu sudah pergi dari kehidupanku, tapi kamu nggak akan pernah pergi dari hatiku.

Tidak ada komentar: